Rupiah Masuk Lima Besar Mata Uang Tak Dihargai




Mata uang rupiah termasuk lima alat tukar yang tak dihargai di dunia. Saat ini, kurs tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat adalah 12.260. Adapun mata uang yang diakui secara internasional oleh PBB berjumlah 180.

Dilansir dari The Richest, dari 180 mata uang, Indonesia masuk ke dalam urutan keempat mata uang dengan nilai tukar yang paling rendah terhadap dolar AS. Majalah The Economist menyebutkan, masalah yang dihadapi Indonesia adalah pemerintahan yang birokratis, korupsi, dan infrastruktur yang tidak memadai menjadi alasan nilai tukar rupiah sangat rendah.

Pada urutan pertama mata uang yang tak diminati adalah riyal, yang merupakan mata uang Iran. Penghasil minyak ini mata uangnya masih terhitung lemah. Nilai tukar US$ 1 setara dengan 26.905,00 riyal. Adapun peringkat kedua, adalah mata uang Vietnam, Dong, dengan nilai tukar 21.393,96 per dolar AS.

Adapun Dobra yang merupakan mata uang negara Sao Tome, berada di peringkat ketiga dengan kurs 19.750 per dolar AS. Peringkat kelima yaitu rubel yang merupakan mata uang Belarus yaitu 10.869 per dolar AS.

Nilai rupiah lebih buruk bila dibandingkan leone, mata uang Sierra Leone, dengan kurs 4.363 per dolar AS. Adapun riel, mata uang Kamboja, kursnya setara 4.058 per dolar AS.

Kurs rupiah terhadap dolar AS, terus melemah dalam beberapa waktu terakhir. Pada penutupan perdagangan Jumat pekan lalu, 12 Desember 2014, dibandingkan mata uang Asia lain, rupiah melesak paling dalam. Rupiah anjlok 117 poin (0,95 persen) ke level 12.467 per dolar Amerika.

Won Korea melemah 0,21 persen, yuan melemah 0,01 persen, dan ringgit turun 0,18 persen. Kombinasi sentimen negatif di dalam dan luar negeri menjadikan rupiah sebagai mata uang yang mengalami pelemahan kurs paling parah se-Asia.

Dolar semakin sulit dibendung setelah rilis data retail November tumbuh 0,7 persen dibanding sebelumnya, yakni 0,5 persen. Selain itu, angka klaim jumlah pengangguran kembali turun ke level 294 ribu jiwa dari sebelumnya 297 ribu jiwa.

Mata uang negara berkembang pun semakin takluk kepada dolar setelah data sektor industri di Cina terkontraksi dari 7,7 menjadi 7,2 persen. Dari dalam negeri, permintaan dolar korporasi semakin membeludak menjelang akhir tahun. Selain untuk membayar kewajiban impor, ada indikasi perusahaan mulai memborong dolar di pasar spot guna mengantisipasi libur panjang. #CP

No comments:

Post a Comment